Penulis : Supriadi Alaina, Pembina Forum Penambang Bone Bolango
Penagar.id (Opini) – Bone Bolango sudah lama punya “penguasa” di perut buminya: rakyat sendiri.
Bertahun-tahun sebelum republik ini lahir, masyarakat setempat menggali emas dari tanah mereka. Sekedar membuat dapur mengepul dan bayar biaya anak sekolah rasanya sudah cukup .
Mereka menambang dengan cara tradisional, tidak meratakan hutan, tidak menggunduli gunung. Intinya, mereka tahu cara makan dari alam tanpa memutus napasnya.
Lalu datanglah sebuah nama besar: PT Gorontalo Minerals (PT GM). Datang dengan klaim punya “izin resmi”, masuk ke hutan, mengusir rakyat yang dianggap “penambang ilegal”.
Lucunya, ketika dokumen-dokumen PT GM dibuka satu per satu, aroma legalitasnya justru tercium basi.
Kontrak Karya Kadaluarsa: Kontrak Karya mereka harusnya tamat sejak UU No. 41 Tahun 2004 tentang Kehutanan berlaku. Tapi entah kenapa, perusahaan ini tetap betah berkegiatan, seakan hukum hanyalah formalitas.
25 Tahun Eksplorasi Tak Berkesudahan;
Bayangkan, seperempat abad hanya “eksplorasi” sambil memperluas wilayah konsesi hingga melampaui tata ruang kabupaten dan provinsi. Kalau ini bukan rakus, entah apa namanya.
Izin Samar, Dampak Nyata; Tak tercatat dalam Kepres, tapi dampaknya terasa di mana-mana: banjir bandang, flora-fauna hilang, status Taman Nasional Nani Wartabone dipaksa berubah, dan tak ada tanda-tanda pelaksanaan AMDAL, RKL-RPL, atau reboisasi.
Melanggar UU PPLH: UU No. 32 Tahun 2009 jelas-jelas punya Pasal 37, 78, dan 85 yang ancamannya Rp3 miliar denda dan 10 tahun penjara.
PT GM? Jalan terus, seakan pasal-pasal itu cuma hiasan di buku undang-undang.
Amandemen Ilegal; Mengubah kontrak hanya lewat Menteri tanpa Kepres, melanggar Keppres No. 3 Tahun 2023.
Laporan Palsu; Dalam studi kelayakan, lokasi pertambangan ditulis di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kenyataannya? Eksplorasi di Bone Bolango.
Menyebalkan? Iya memang..
Rakyat yang menambang di tanahnya sendiri bahkan jauh sebelum pemilik PT GM lahir dicap “ilegal”.
Sementara perusahaan dengan sederet pelanggaran, laporan palsu, dan ketidakpatuhan hukum justru bebas beroperasi.
Kalau ini film, penonton pasti tepok jidat: kok bisa tokoh antagonisnya yang dilindungi?
Terus, Siapa sebenarnya yang ilegal?
Apakah rakyat yang menjaga tanahnya…
Atau PT GM, yang izinnya penuh tambal sulam, kontraknya kadaluarsa, dan rekam jejaknya seperti daftar panjang pelanggaran hukum?
Silahkan anda nilai sendiri…