Penagar.id – Cinta memang sering digambarkan indah, tapi kenyataannya tidak selalu begitu. Ada kalanya hubungan justru penuh drama, melelahkan secara emosional, hingga membuat seseorang kehilangan jati dirinya.
Situasi seperti ini kerap menjadi tanda bahwa seseorang tengah terjebak dalam toxic relationship.
Secara sederhana, toxic relationship adalah bentuk hubungan yang lebih banyak memberikan dampak negatif ketimbang positif.
Kondisi ini tidak hanya terjadi dalam pacaran, tetapi juga bisa muncul dalam lingkup pertemanan bahkan keluarga.
Gejalanya bisa dikenali dari rasa tidak dihargai, dikendalikan, dimanipulasi, hingga menjadi korban kekerasan verbal maupun fisik.
Menurut sejumlah sumber, ciri hubungan toxic bisa terlihat dari perilaku pasangan atau teman yang terlalu mengatur hidup, membuat merasa bersalah meski tidak salah, menjauhkan dari pergaulan, hingga menjalin komunikasi yang dipenuhi amarah atau saling diam.
Bahkan, perlakuan kasar yang berulang berisiko meninggalkan trauma mendalam.
Lebih jauh, dampaknya tidak hanya menghantam psikologis, tetapi juga fisik. Stres berkepanjangan bisa memicu insomnia, kelelahan, sakit kepala, hingga gangguan pencernaan.
Alih-alih membawa kebahagiaan, hubungan justru berujung pada penyakit.
Karena itu, penting untuk peka terhadap kondisi hubungan yang dijalani. Jika mulai muncul perasaan seperti, ‘kok aku nggak jadi diri sendiri lagi, ya?’ atau ‘kok aku terus-terusan ngerasa nggak cukup baik?’, maka saatnya mengevaluasi ulang hubungan tersebut.
Lantas, bagaimana jika sudah terlanjur berada di dalam hubungan yang toxic? Langkah pertama adalah menyadari dan mengakui bahwa hubungan itu tidak sehat. Setelah itu, cobalah membicarakannya dengan cara baik.
Namun, bila pasangan atau orang terdekat tetap tidak berubah, jangan ragu mengambil keputusan yang lebih tegas. Carilah dukungan dari orang terpercaya atau minta bantuan profesional seperti konselor maupun psikolog.
Ingat, setiap orang berhak mendapatkan kebahagiaan dan penghargaan. Kadang, bentuk sayang kepada diri sendiri justru ditunjukkan dengan keberanian berkata cukup pada hubungan yang menyakiti.