Penagar.id – Ketimpangan kualitas antar sekolah di Provinsi Gorontalo kembali menjadi sorotan tajam dalam evaluasi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.
Persoalan tersebut mencuat dalam rapat gabungan antara Komisi I dan IV DPRD Provinsi Gorontalo bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Jumat (4/7/2025).
Wakil Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, La Ode Haimudin, secara terbuka menilai bahwa kebijakan zonasi hanya akan berdampak efektif apabila kualitas antar sekolah telah merata.
“Masalah utama hanya satu, yaitu kinerja atau performance sekolah. Tujuan sistem zonasi atau domisili sebenarnya adalah mendorong pemerataan mutu pendidikan,” kata La Ode.
Ia menegaskan, ketimpangan kualitas menjadi akar masalah yang terus memicu polemik setiap kali penerimaan siswa baru dibuka.
Zonasi, menurutnya, hanya menjadi solusi parsial jika tidak diiringi peningkatan mutu di semua satuan pendidikan.
Sebagai langkah korektif, La Ode mengusulkan agar pemerintah segera menerapkan sistem pemeringkatan sekolah sebagai basis perencanaan intervensi.
“Perlu ada pemeringkatan sekolah. Sekolah dengan peringkat rendah harus segera mendapat intervensi, baik melalui penambahan guru berkualitas, peningkatan sarana dan prasarana, maupun program pengembangan lainnya,” tegasnya.
Menurutnya, langkah tersebut akan mendorong kesetaraan akses pendidikan dan mengurangi konsentrasi siswa pada sekolah favorit yang selama ini menjadi rebutan.
“Ketika semua sekolah memiliki kualitas yang setara, maka keadilan dalam akses pendidikan akan terwujud,” ucap La Ode.
Rapat tersebut juga menyoroti keluhan masyarakat yang merasa sistem zonasi tidak adil.
Sebelumnya, beberapa siswa berprestasi dilaporkan gagal diterima di sekolah unggulan karena tidak memenuhi syarat domisili, sementara sekolah di kawasan pinggiran justru kekurangan peserta didik.
Menanggapi hal itu, DPRD Provinsi Gorontalo meminta Dinas Pendidikan segera menyusun strategi baru yang lebih inklusif dan responsif terhadap aspirasi publik.
Kebijakan yang berpihak pada pemerataan kualitas diharapkan dapat mengakhiri polemik tahunan SPMB, sekaligus memperkuat daya saing pendidikan di Gorontalo.