Penagar.id – Perbatasan Thailand-Kamboja kembali memanas di hari ketiga bentrokan bersenjata. Kedua negara saling menuduh telah melanggar wilayah dan masing-masing mengklaim aksi militer mereka sebagai bentuk pertahanan diri.
Meski begitu, keduanya sepakat bahwa jalan keluar dari konflik adalah melalui negosiasi, bukan senjata.
Lebih dari 130.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka dan lebih dari 30 nyawa melayang akibat konflik ini.
Pertempuran ini disebut-sebut sebagai yang paling mematikan antara dua negara Asia Tenggara dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Di tengah situasi yang kian genting, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang saat ini menjabat sebagai Ketua ASEAN, menyerukan penghentian segera aksi militer.
“Masih ada beberapa pertukaran tembakan,” kata Anwar, seperti dikutip Kantor Berita Bernama, dilansir Reuters, Sabtu (26/7/2025).
Anwar menyatakan bahwa Malaysia tidak tinggal diam. Ia sudah memerintahkan menteri luar negeri untuk menjalin komunikasi langsung dengan kedua belah pihak.
“Dan jika memungkinkan, saya akan terus terlibat dengan mereka sendiri – setidaknya untuk menghentikan pertempuran,” imbuhnya.
Dukungan terhadap inisiatif damai dari Anwar datang dari kedua negara.
Kamboja secara terbuka menyambut baik rencana gencatan senjata, sementara Thailand mengindikasikan persetujuannya terhadap seruan tersebut.
Sementara itu, bentrokan terbaru tercatat pada Sabtu pagi di wilayah pesisir yang belum pernah menjadi lokasi konflik sebelumnya, yakni antara Provinsi Trat di Thailand dan Provinsi Pursat di Kamboja.
Lokasi tersebut berada sekitar 100 km dari titik-titik konflik sebelumnya yang masih memanas.
Akar ketegangan berawal dari kematian seorang tentara Kamboja akhir Mei lalu dalam bentrokan singkat yang kemudian memicu penguatan militer di sepanjang perbatasan.
Situasi ini juga memunculkan krisis politik di Thailand, yang memperburuk ketegangan domestik di tengah koalisi pemerintahan yang rapuh.
Data korban menunjukkan 20 orang tewas di Thailand—terdiri dari tujuh prajurit dan 13 warga sipil.
Di pihak Kamboja, korban mencapai 13 jiwa, yakni lima tentara dan delapan warga sipil.