Penagar.id – Gelombang protes besar kembali mengguncang Israel, kali ini diarahkan langsung kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Aksi yang rencananya memuncak dalam bentuk mogok massal pada Minggu mendatang dipicu rencana pemerintah untuk melancarkan operasi militer baru demi menguasai sepenuhnya wilayah Gaza.
Kebijakan tersebut telah mendapatkan persetujuan kabinet keamanan pekan lalu.
Seruan mogok diprakarsai oleh sedikitnya 20 orang tua dari para sandera yang masih berada di tangan Hamas di Jalur Gaza. Mereka menilai perang yang telah berlangsung selama 675 hari harus segera diakhiri.
Forum Keluarga Sandera dan Hilang, sebagai wadah utama keluarga korban, ikut mendukung penuh langkah tersebut.
“Izinkan pemogokan warga, dari akar rumput hingga atas. Izinkan semua orang mengambil cuti pada hari Minggu untuk mengikuti suara hati nurani mereka,” tulis Forum dalam pernyataannya, dikutip AFP, Selasa (12/8/2025).
Dukungan terhadap gerakan ini juga datang dari pimpinan oposisi, Yair Lapid. Politikus tersebut menegaskan bahwa aksi mogok tidak dilandasi kepentingan partai, melainkan bentuk solidaritas kemanusiaan.
“Mogok hari Minggu,” tulis Lapid di X.
“Mogok karena solidaritas. Mogok karena keluarga telah meminta, dan itu alasan yang cukup. Mogok karena tidak ada yang memonopoli emosi, tanggung jawab bersama, dan nilai-nilai Yahudi,” tegasnya.
Rencana perluasan operasi militer Israel ke wilayah Gaza yang belum dikuasai memicu kekhawatiran akan meningkatnya jumlah korban sandera tewas.
Data menunjukkan dari total 251 orang yang disandera Hamas pada serangan Oktober 2023 di Israel selatan, 49 masih berada di Gaza, termasuk 27 orang yang dinyatakan militer Israel telah meninggal dunia.
Awal Agustus lalu, Hamas dan kelompok sekutunya, Jihad Islam, merilis video yang menampilkan dua sandera dalam kondisi tubuh sangat kurus.
Sejak dimulainya serangan Israel ke Gaza pada 2023, sedikitnya 61.499 orang tewas, mayoritas warga sipil, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, angka yang juga diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai kredibel.