Penagar.id, NASIONAL – Sebanyak 51.981 orang telah menandatangani sebuah petisi daring yang mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Hingga Rabu (18/12) pukul 09.01 WIB, dukungan terhadap petisi ini terus bertambah.
Petisi bertajuk “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” tersebut pertama kali diluncurkan pada 19 November 2024 oleh kelompok inisiator bernama Bareng Warga.
Dalam deskripsi petisi, kenaikan PPN dianggap akan semakin memperburuk situasi ekonomi masyarakat Indonesia.
Menurut inisiator, kebijakan ini dinilai kurang bijak mengingat kondisi ekonomi yang masih tertekan.
“Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas,” demikian bunyi pernyataan dalam petisi.
Inisiator juga menyoroti tingginya angka pengangguran sebagai alasan lain untuk menolak kebijakan ini.
Mereka berharap pemerintah mengkaji ulang keputusan tersebut, sebagaimana tertulis dalam petisi, “Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana.”
Pemerintah telah memastikan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025.
Kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sesuai dengan amanah undang-undang tentang harmonisasi peraturan perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Senin (16/12/2024).
Namun, Airlangga menegaskan bahwa kenaikan PPN tidak akan diberlakukan untuk barang kebutuhan pokok (sembako).
Berdasarkan simulasi Kementerian Koordinator Perekonomian, kenaikan ini diprediksi tidak akan memicu inflasi yang signifikan, dengan keyakinan bahwa inflasi tetap terkendali.(*)