Penagar.id, NASIONAL – Di awal 2025, angka infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) mengalami lonjakan signifikan.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), sejak Januari hingga awal Februari tercatat 6.050 kasus, dengan 28 korban jiwa, tersebar di 235 kabupaten/kota di 23 provinsi.
Ina Agustina Isturini, Direktur Penyakit Menular Kemenkes, mengungkapkan bahwa beberapa wilayah dengan peningkatan tertinggi adalah Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Namun, rincian jumlah kasus per provinsi tersebut masih belum tersedia.
“Yang tinggi itu ada di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, tapi untuk angka detailnya saya belum ada datanya,” ungkap Ina, Sabtu (15/2/2025), seperti dilansir CNN Indonesia.
Di tahun 2024, Indonesia mencatat 244.409 kasus DBD dan 1.430 kematian.
Jakarta pada Januari 2025 tercatat sebagai daerah keenam dengan kasus terbanyak, mencapai 257 kasus, setelah NTT, Jawa Timur, Bali, Lampung, dan Jawa Barat.
Ina menjelaskan bahwa kenaikan suhu akibat perubahan iklim menjadi salah satu pemicu utama tingginya aktivitas nyamuk Aedes aegypti, vektor penyebab DBD.
“Dengan kenaikan suhu, frekuensi nyamuk menggigit semakin tinggi. Jika pada suhu 18 derajat Celsius nyamuk menghisap darah setiap 5,5 hari sekali, maka saat suhu naik menjadi 33 derajat Celsius mereka menggigit setiap 2 hari sekali,” jelasnya.
Tahun lalu, Indonesia mencatatkan lebih dari 247 ribu kasus DBD dan 1.018 kematian. Melihat tren saat ini, angka kasus diprediksi akan terus meningkat.
“Fatality rate DBD tahun ini tercatat 0,4 persen, dan ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk lebih waspada,” tambah Ina.
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap gejala DBD turut berkontribusi pada tingginya angka kasus.
Banyak yang salah kaprah dengan gejala demam pada hari pertama dan baru mencari pertolongan medis saat kondisi memburuk.
“Masyarakat tidak tahu bahwa ketika demam turun di hari ke-4 atau ke-5, itu justru masa kritis. Jika diabaikan, risiko mengalami syok dengue dan komplikasi meningkat,” tambahnya.
Selain itu, kebiasaan hidup bersih dan tindakan pencegahan yang kurang dijalankan juga menjadi tantangan besar.
Banyak warga yang masih beranggapan bahwa pemberantasan sarang nyamuk adalah tanggung jawab petugas kesehatan, padahal pencegahan harus dilakukan secara bersama-sama.
“Kami terus mendorong Gerakan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mendaur Ulang, serta langkah tambahan seperti fogging dan abatisasi) agar bisa lebih efektif dalam mencegah DBD,” tutup Ina.(*)