Penagar.id – Di era digital yang semakin maju, kehadiran media sosial dan internet tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Apalagi, kehadiran Gadget atau gawai sebagai penunjang dalam kehidupan sehari-hari juga mempermudah dalam mengakses internet.
Namun, ada sekelompok individu yang mengalami fenomena chronically online, yakni keadaan di mana seseorang tidak bisa lepas dari Gadget dan begitu larut dalam dunia maya hingga realitas sehari-hari terasa kabur.
Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang terlalu mengandalkan internet untuk membentuk opini, memahami dunia, atau bahkan menentukan nilai moral.
Fenomena ini semakin terlihat di media sosial, di mana perdebatan dan tren viral sering kali lebih berpengaruh dibandingkan fakta di dunia nyata.
Sebagai contoh, seseorang yang chronically online mungkin lebih memahami isu yang sedang viral di Twitter daripada peristiwa penting yang terjadi di sekitarnya.
Bahkan, mereka bisa terjebak dalam lingkaran perdebatan tanpa akhir, memperjuangkan isu yang sebenarnya tidak relevan dalam kehidupan nyata mereka.
Salah satu dampak utama dari kondisi ini adalah hilangnya keseimbangan antara kehidupan digital dan realitas.
Orang-orang yang terlalu lama berada di dunia maya cenderung sulit membangun hubungan sosial di dunia nyata.
Selain itu, mereka sering mengalami kecemasan, stres, atau bahkan depresi karena terus-menerus terpapar konflik, opini ekstrem, dan ekspektasi sosial yang tidak realistis dari internet.
Merangkum berbagai sumber, para ahli menyarankan agar individu yang merasa terlalu terikat dengan dunia digital mulai menetapkan batasan waktu dalam menggunakan media sosial.
Menjalani aktivitas di luar internet, seperti berolahraga, bertemu teman, atau sekadar menikmati alam, bisa membantu mengurangi ketergantungan pada dunia maya.
Dengan demikian, seseorang bisa tetap terhubung dengan internet tanpa kehilangan kendali atas kehidupan nyatanya.(*)
