Penagar.id – Polemik tapal batas antara Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango kembali menjadi sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Selasa (26/8/2025).
Persoalan yang tak kunjung selesai itu dinilai sebagai bentuk kelalaian Pemerintah Provinsi Gorontalo yang dinilai tidak mampu menuntaskan sengketa wilayah.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Fikram Salilama, menegaskan bahwa penyelesaian tapal batas tidak lagi bisa dipandang sebagai perbedaan perspektif antar-daerah, melainkan sepenuhnya menjadi kewenangan Pemprov.
“Persoalan ini sudah sangat lama. Sejak periode sebelumnya saya di Komisi I, bahkan sudah ada anggaran yang disiapkan untuk penyelesaiannya. Tetapi hingga kini, Pemprov tidak menuntaskannya,” tegas Fikram.
Ia mengingatkan, biro pemerintahan Pemprov pernah menangani kasus serupa, namun hasilnya tak pernah sampai pada keputusan final.
“Kewenangan ada di Pemerintah Provinsi. Kalau terus dibiarkan, masalah ini hanya akan jadi bola panas di masyarakat,” tambahnya.
Fikram menjelaskan, Kota Gorontalo berpegang pada Permendagri Nomor 72 Tahun 2017 terkait batas wilayah. Sementara itu, Kabupaten Bone Bolango tetap mengklaim ada sekitar 400 meter wilayah yang masuk ke area Kota Gorontalo.
“Sebenarnya Kota tidak mengambil wilayah. Mereka justru taat aturan karena batas itu sudah ditetapkan Kemendagri. Jadi masalah ini bukan soal Kota, tetapi soal bagaimana Pemprov menjalankan kewenangannya,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya langkah cepat pemerintah daerah agar perdebatan tapal batas tidak berkembang menjadi potensi konflik sosial di masyarakat.
“Kalau terus berlarut, saya khawatir bisa memicu gesekan masyarakat. Kita sudah banyak melihat contoh di dunia, seperti konflik Israel-Palestina. Jangan sampai hal seperti itu terjadi di Gorontalo,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan tersebut tidak bisa hanya didiskusikan di forum daerah, melainkan perlu segera dibawa ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendapat kepastian hukum yang jelas.
“Sudah banyak kali dilakukan pertemuan, tetapi tidak pernah ada mufakat. Jadi solusinya harus tegas, Pemprov membawa persoalan ini ke Kemendagri agar ada keputusan final,” tandasnya.
Fikran menutup pernyataannya dengan mendesak Pemerintah Provinsi Gorontalo segera mengambil langkah konkret.
Ia menilai semakin lama persoalan ini ditunda, semakin besar pula risiko sosial yang dapat muncul di masyarakat.