Penagar.id – Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo menggelar RDP bersama sejumlah OPD dan instansi terkait, guna menindaklanjuti aduan masyarakat mengenai lahan pembangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan.
Pertemuan berlangsung di Ruang Dulohupa DPRD Provinsi Gorontalo, pada Senin (3/11/2025) tersebut menghadirkan perwakilan masing-masing instansi terkait.
Diantaranya, pihak Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Gorontalo dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Gorontalo.
Selain itu hadir pula BPN Kabupaten Gorontalo, Kantor Wilayah Pemasyarakatan, Dinas PUPR & PKP Provinsi Gorontalo, Lurah Hutuo Kecamatan Limboto, serta sejumlah warga pemilik lahan yang menjadi pengadu.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Fikram A.Z. Salilama, meminta pemerintah daerah untuk segera menuntaskan persoalan tersebut.
Menurutnya, keberadaan Lapas Perempuan di Kabupaten Gorontalo sangat penting mengingat Lapas Kelas II di Kota Gorontalo sering terdampak banjir.
“Komisi I mendesak agar pembayaran lahan segera dilakukan. Ini menyangkut hak masyarakat yang sudah lama menunggu,” kata Fikram.
“Kami memahami bahwa anggaran APBD Induk sudah diketuk, tapi pemerintah perlu memikirkan langkah-langkah agar persoalan ini segera selesai,” tegasnya.
Lebih jauh, Fikram juga mendorong pemerintah provinsi menyiapkan opsi relokasi atau penyesuaian anggaran di APBD Perubahan bila memungkinkan.
Hal ini agar pembayaran kepada masyarakat dapat segera direalisasikan tanpa menghambat kelanjutan proyek pembangunan Lapas tersebut.
Diketahui, persoalan ini bermula dari pembebasan lahan tahap pertama pada 2014, yang kemudian disertifikasi pada 11 Desember 2015.
Berdasarkan sertifikat tersebut, Pemerintah Provinsi Gorontalo bersama Kementerian Hukum dan HAM menandatangani naskah hibah daerah untuk pembangunan Lapas Perempuan.
Namun pada tahap pengembangan tahun 2019, kembali muncul persoalan baru. Sekitar 23 warga pemilik lahan diundang pemerintah untuk membahas lanjutan pembebasan lahan.
Dalam prosesnya, Dinas PUPR Provinsi Gorontalo melakukan verifikasi lapangan terhadap kepemilikan tanah.
Warga yang telah memiliki sertifikat resmi menerima pembayaran, sementara mereka yang hanya memiliki surat jual beli atau surat keterangan dari Lurah Hutuo dijanjikan akan dibayarkan kemudian.
Sayangnya, hingga enam tahun berlalu, janji tersebut belum juga direalisasikan.
Warga juga menyoroti bahwa harga tanah telah meningkat signifikan setiap tahun, sehingga nilai appraisal pada 2019 kini sudah tidak relevan dengan kondisi pasar terkini.





