Penagar.id, NASIONAL – Kepala Unit Produksi PT Timah Tbk untuk wilayah Bangka Belitung, Ali Samsuri, mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah meminta PT Timah Tbk untuk mengakomodasi masyarakat yang terlibat dalam penambangan ilegal.
Pernyataan ini disampaikan Ali saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan tata niaga timah di PT Timah Tbk untuk periode 2015-2022.
Ali menjelaskan bahwa ia masih bekerja di PT Timah pada tahun 2018 ketika program izin usaha jasa pertambangan (IUJP) masih berlangsung.
“Dalam pelaksanaan IUJP Saudara tadi kan mulai 2015 ya, ini sampai tahun berapa?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/9/2024).
“2018,” jawab Ali. “Saudara menjabat 2018?” tanya jaksa. “Iya,” jawab Ali. “Ketika Saudara menjabat masih berjalan program IUJP?” tanya jaksa.
“Iya program itu masih,” jawab Ali.
Jaksa kemudian bertanya apakah Ali pernah mendengar pemilik IUJP juga menjadi pengepul bijih timah dari penambang illegal atau tidak.
Baca Juga : 5 Kader PDIP Cabut Gugatan SK Pengurus dan Minta Maaf
Ali mengaku tidak pernah mendengar hal tersebut. Namun, kata dia, ada upaya untuk membina masyarakat yang turut menambang di sekitar wilayah IUP PT. Timah tanpa izin.
“Saudara saksi di lapangan pernah mendengar enggak? Ada informasi bahwa pemilik IUJP ini pada pelaksanaan itu bertindak sebagai pengepul atau kolektor dari penambang-penambang ilegal, pernah mendengar informasi tidak itu?” tanya jaksa.
“Kalau menjadi pengepul penambang ilegal saya tidak dapat kabar, tapi yang kalau saya sampaikan tadi, misalnya di sekitaran tambang masyarakat yang bermitra secara resmi tadi,”
“Misalnya ada penambang masyarakat yang tidak berizin ini yang kita minta untuk ini bisa dibina, misalnya sama-sama masih dalam IUP, itu saja,” jawab Ali.
Baca Juga : TNI AD Bakal Rekrut 500 Anggota Komcad
Jaksa kemudian mencecar Ali dengan mempertanyakan kembali apakah pembinaan tersebut sebagai upaya untuk menjual kembali hasil tambang illegal.
Ali kemudian menjawab dengan menyinggung pernyataan Presiden Jokowi yang meminta agar masyarakat penambang illegal di sekitar turut diakomodir.
“Tidak semua. Karena kita waktu itu kan diperintahkan, waktu apa ya, ada kunjungan Presiden RI ke Babel, Yang Mulia, terus banyak yang mengeluhkan masalah tambang ilegal,”
“Dan statement beliau adalah, ‘Ya itu semua masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal”,” kata Ali.
“Jadi ya itulah waktu itu bagaimana masyarakat yang ada di sekitar-sekitar tambang yang ada IUP (izin usaha pertambangan) SPK (surat perintah kerja) kita itu yang dibina biar mereka tidak dikejar-dikejar oleh aparat, itu Yang Mulia,” jawab Ali.
Lebih lanjut, Ali menjelaskan para masyarakat penambang illegal menggunakan mesin kecil berbeda dengan penambang mitra IUJP.
Baca Juga : PDIP Tak Sodorkan Kader Pengganti Risma
Dalam sidang tersebut, terdakwa meliputi Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021), Emil Ermindra (Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020), dan MB Gunawan (Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa).
Helena didakwa melanggar beberapa pasal, termasuk Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 56 ke-1 KUHP, serta Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Helena dituduh membantu PT Refined Bangka Tin untuk menampung uang hasil dugaan korupsi tambang timah, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp300,003 triliun.(*)
*Baca selengkapnya di Sini