Penagar.id, GORONTALO – Pemerintah Kabupaten Pohuwato menetapkan status darurat malaria di daerah itu, setelah terjadi peningkatan kasus yang cukup signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Status darurat itu resmi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Pohuwato melalui rapat koordinasi (Rakor) di Aula Kodim 1313 Pohuwato pada Rabu (5/2025) kemarin.
Sekretaris Daerah Pohuwato, Sekda Iskandar Datau mengatakan, malaria di Pohuwato kini tidak hanya dianggap sebagai kejadian luar biasa (KLB), melainkan telah masuk dalam kategori darurat.
Kepala Dinas Kesehatan Pohuwato, Fidi Mustafa menjelaskan, grafik Epidemiologi tahun 2024 menyebutkan bahwa kasus malaria di Pohuwato terus mengalami peningkatan.
“Kasus malaria di Pohuwato pada tahun 2024 sebanyak 728 kasus. Pada tahun 2023, ada penambahan 33 kasus,” kata Fidi Mustafa seperti dikutip dalam laman resmi Pemda Pohuwato.
“Sejauh ini berdasarkan grafik rata-rata laporan perhari terjadi 2 kasus, perminggu rata-rata terjadi 14 kasus dan perbulan 16 kasus,” sambungnya.
Meski sudah mendekati 800 kasus, kata Fidi, sampai hari belum kasus kematian yang disebabkan oleh penyakit malaria tersebut.
“Berdasarkan pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan ditemukan ada plasmodium yang bisa menyebabkan kematian atau malaria berat,” ujarnya.
Fidi berharap penanganan penyakit ini harus dilakukan sebelum terjadi kasus kematian akibat malaria. Ia bilang, penanganan darurat sangat dibutuhkan.
Sebelumnya, kubangan bekas PETI di Pohuwato disebut sebagai penyebab utama penyebaran penyakit malaria di wilayah Gorontalo barat ini.
Pasalnya, kubangan bekas tambang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Anopheles, yang merupakan vektor (penyebab) utama penyakit malaria.
Ketua Satgas KLB Malaria Kecamatan Taluditi, Hajir Towalu mengungkapkan, penyebaran penyakit di Pohuwato diakibatkan oleh kubangan air bekas tambang ilegal.
“Kubangan bekas tambang menjadi tempat berkembangnya nyamuk penyebab malaria, sekaligus menjadi tempat tinggal bagi penambang ilegal beserta keluarganya,” katanya.
Satgas KLB mencatat, ada sekitar 500 kubangan bekas pertambangan ilegal di Kecamatan Buntulia, khususnya di Desa Hulawa.
Adapun di Kecamatan Taluditi, tepatnya di Desa Puncak Jaya, terdapat lebih dari 200 kubangan yang menjadi sumber penyebaran penyakit tersebut.
“Sementara itu, di Kecamatan Popayato, Dengilo, dan Patilanggio, meskipun belum terdeteksi kasus malaria, potensi penyebarannya tetap ada,” jelasnya.
Tak hanya malaria, dalam sebuah penelitian Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2015 menunjukkan kandungan merkuri di Pohuwato sudah sangat mengkhawatirkan.
Namun, status darurat malaria di Pohuwato ini seolah menjadi angin lalu bagi para penambang. Mereka seolah memandang remeh persoalan ini dan terus beroperasi mengupas kulit bumi dengan ekskavator.
Ironisnya, meskipun upaya pencegahan terus digalakkan, para pelaku Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang beroperasi di wilayah ini terkesan “cuek bebek” alias acuh tak acuh dengan situasi tersebut.
Meskipun sudah dilarang untuk melakukan aktivitas pertambangan ilegal dengan menggunakan alat berat, para pelaku penambang ini masih saja terus beroperasi.
Padahal, kumbangan bekas tambang yang mereka buat menjadi pemicu utama penyebaran malaria di daerah tersebut. Kini, Pohuwato darurat malaria.(*)