Penagar.id – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali menjadi sorotan publik setelah mengambil langkah pemblokiran terhadap rekening dormant—rekening yang tidak aktif dalam kurun waktu tertentu.
Langkah ini disebut sebagai bentuk tindak lanjut atas maraknya penyalahgunaan rekening tidak aktif untuk aksi ilegal.
“Seperti hasil jual beli rekening atau digunakan untuk tindak pidana pencucian uang,” tulis PPATK lewat unggahan resmi akun @ppatk\_indonesia di Instagram, dikutip Senin, (28/7/2025) lalu.
PPATK memastikan dana dalam rekening dormant yang diblokir tetap aman, baik itu rekening perorangan, perusahaan, giro, maupun rekening dalam mata uang rupiah dan valuta asing.
Namun demikian, di balik tindakan tersebut, muncul pertanyaan hukum.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan rekening dormant sebagai akun bank yang tidak mengalami aktivitas debet maupun kredit selama waktu tertentu—selain transaksi yang otomatis dilakukan oleh bank seperti potongan administrasi atau pemberian bunga.
Polemik mengemuka karena status dormant ternyata tidak tercantum sebagai dasar legal untuk melakukan pemblokiran rekening.
Berdasarkan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, pemblokiran hanya dapat dilakukan jika identitas pemilik rekening masuk dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) yang ditetapkan Kapolri berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Senada dengan itu, Pasal 12 ayat (2) Peraturan PPATK Nomor 18 Tahun 2017 menyatakan bahwa pemblokiran hanya dapat dilakukan jika terdapat dugaan kuat bahwa rekening digunakan untuk menampung hasil kejahatan, menyimpan harta kekayaan hasil tindak pidana, atau didaftarkan dengan dokumen palsu. Dormant, dengan kata lain, bukan alasan yang sah.
Dalam dunia perbankan, status rekening tidak aktif umumnya terjadi karena tidak ada transaksi selama enam hingga dua belas bulan berturut-turut.
Namun ini lebih banyak menyangkut kebijakan internal bank dalam menjaga kehati-hatian dan melindungi nasabah, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan regulasi OJK.
Sementara itu, PPATK tetap bisa mengambil tindakan pemblokiran asalkan ada indikasi kuat keterlibatan dalam kejahatan finansial.
Berdasarkan Pasal 53 ayat (4) POJK Nomor 8 Tahun 2023, pemblokiran dapat dilakukan oleh penyedia jasa keuangan jika ditemukan kecocokan identitas dengan daftar DTTOT atau daftar Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (DPPSPM).
Artinya, status dormant semata tidak cukup menjadi alasan hukum. Jika tidak ditemukan indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan, maka rekening yang dibekukan akan kembali diaktifkan.
Akses ke rekening tetap terbuka untuk proses aktivasi ulang, dan nasabah dapat mengajukan keberatan melalui laman resmi PPATK.
Nasabah juga disarankan memantau status rekening mereka melalui kanal resmi bank, seperti aplikasi mobile banking, ATM, atau mengunjungi kantor cabang terdekat.