Penagar.id, NASIONAL – Pemerintah China mengambil langkah tegas dalam menjaga keamanan informasi terkait perkembangan kecerdasan buatan (AI) di negaranya.
Para eksekutif perusahaan teknologi serta pakar AI dilaporkan telah dilarang bepergian ke Amerika Serikat dan negara sekutunya tanpa alasan yang benar-benar mendesak.
Mengutip laporan Channel News Asia yang dilansir CNN Indonesia, kebijakan ini diambil sebagai tindakan preventif untuk mencegah kebocoran informasi strategis yang dapat menguntungkan pihak asing.
Pemerintah China disebut khawatir bahwa para ilmuwan dan insinyur yang memiliki akses terhadap teknologi mutakhir dapat menjadi target intelijen atau bahkan dimanfaatkan dalam negosiasi geopolitik.
Berdasarkan sumber yang mengetahui kebijakan ini, larangan bepergian tidak hanya berlaku bagi ilmuwan individu, tetapi juga para petinggi perusahaan teknologi, terutama yang bergerak di bidang AI dan industri strategis lainnya.
Jika mereka tetap harus bepergian ke luar negeri, pemerintah menginstruksikan agar mereka melaporkan seluruh rencana perjalanan sejak sebelum keberangkatan hingga setelah kembali ke China.
Instruksi tersebut mencakup informasi detail mengenai tujuan perjalanan, individu yang akan ditemui, serta agenda pertemuan yang akan dihadiri.
Dengan demikian, pemerintah China dapat memantau setiap pergerakan dan memastikan tidak ada informasi sensitif yang jatuh ke tangan pihak asing.
Salah satu contoh dampak dari kebijakan ini adalah keputusan pendiri DeepSeek, Liang Wenfeng, yang akhirnya membatalkan rencananya untuk menghadiri pertemuan puncak AI di Paris pada Februari lalu.
Liang disebut mendapatkan tekanan dari pemerintah China agar tidak menghadiri acara yang berpotensi menempatkannya dalam situasi sensitif.
Kekhawatiran China terhadap keselamatan pakar AI-nya bukan tanpa alasan. Beijing melihat adanya kemungkinan bahwa para ilmuwan mereka dapat ditahan atau diperlakukan sebagai alat tawar-menawar dalam persaingan geopolitik dengan AS.
Hal ini mengacu pada kasus eksekutif Huawei, Meng Wanzhou, yang pernah ditangkap di Kanada atas permintaan AS dan dijadikan bagian dari negosiasi diplomatik antara kedua negara.
Keputusan China untuk membatasi mobilitas para ahli AI-nya terjadi di tengah meningkatnya rivalitas dengan AS dalam perlombaan teknologi kecerdasan buatan.
China semakin agresif dalam mengembangkan AI dan mulai menantang dominasi perusahaan teknologi AS seperti OpenAI dan Google.
Salah satu inovasi terbaru yang menjadi perhatian dunia adalah DeepSeek, yang diklaim mampu menyaingi bahkan melampaui model AI dari perusahaan-perusahaan raksasa Amerika.
Beijing kini berupaya keras membangun ekosistem teknologi yang mandiri guna mengurangi ketergantungan terhadap AS.
Pada Februari lalu, Presiden China Xi Jinping secara khusus menggelar pertemuan dengan para petinggi industri teknologi di negaranya.
Pertemuan ini disebut sebagai ajang bagi perusahaan-perusahaan teknologi China untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menghadapi persaingan global, terutama melawan dominasi AS di sektor AI.
Langkah ini menegaskan bahwa China semakin waspada terhadap potensi infiltrasi dan intervensi asing di sektor teknologinya.
Dengan kebijakan pembatasan perjalanan ini, Beijing tampaknya ingin memastikan bahwa keunggulan mereka dalam AI tetap berada dalam kendali penuh negara.(*)